Translate

Tuesday, 10 March 2015

Belajar Sejarah Melalui Pameran "Aku Diponegoro"

"Bangsa  yang  tidak mengenal  sejarahnya  dapat  diibaratkan  seorang  individu  yang  telah  kehilangan memorinya,  ialah  orang  yang  pikun  atau  sakit  jiwa,  maka  dia  kehilangan kepribadian atau identitasnya" - Kartodirdjo


Assalamualaikum pemirsah

Busudh udah lama banget gue gak posting tulisan di blog yang sepi akan pengunjung ini he he he. Maklum lagi sibuk skripsi yang udah satu semester gak kelar-kelar ini. Ya Allah berikanlah kemudahan bagiku untuk menyelesaikan skripsiku, bukan malah ngetik di blog :(


Oke kembali ke judul di atas. Jadi gini, waktu liburan semester ganjil yang lalu, tumben-tumbenan Parmad liburnya jadi sebulan. Biasanya 2 minggu paling poll. Nah, kebetulan juga Pak Very, yang biasa ngurusin kegiatan mahasiswa, nawarin gue jadi volunteer di Galeri Nasional (Galnas). Tau gak Galnas itu di mana? Depan Stasiun Gambir broh. Ya gitu lah. Intinya, gue menerima tawaran tersebut dan ternyata seluruh volunteer yang jumlahnya 20 orang ternyata anak Parmad semua dan bau-baunya sudah tidak asing lagi. DLDL, Dia Lagi Dia Lagi.


Oiya, nama pameran ini adalah...



Aku Diponegoro: Sang Pangeran dalam Ingatan Bangsa dari Raden Saleh hingga Kini


Acara ini kolaborasi dari Goethe Institut dan Yayasan Arsari yang diadakan dari tanggal 6 Februari hingga 8 Maret 2015, jadi ya belom lama kelar nih heuheu.

Banyak yang nanya, "kenapa Diponegoro?". Lah iya juga ya. Kenapa dia dan bukan pahlawan nasional lainnya? Kenapa hayo? Hayo kenapa? Tau gak? Saya gak tau soalnya wkwk boong deng. Jadi, tahun 2012 lalu ada pameran juga di Galnas yakni pameran karya-karya Raden Saleh. Siapa itu Raden Saleh? Cek dulu lah di sini. Nah, salah satu karya Raden Saleh yang paling fenomenal, lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" juga dipajang tuh tapi saat itu kondisinya memprihatinkan sehingga setelah pameran usai, itu lukisan direstorasi di Jerman. Mumpung lukisannya bakalan keren lagi dan berhubungan dengan Pangeran Diponegoro, yowes dibikinlah pameran tentang Pangeran Diponegoro sekalian. Kurang lebih seperti itu. Kalau salah ya tolong dikoreksi. Itu kan info dari yang gue denger aja hehehe.

Oke kembali ke pengalaman saya menjadi volunteer atau relawan (azeeek). Beberapa kali dikasih pelatihan tentang karya-karya yang akan ditampilkan di pameran tersebut supaya kalo ditanya sama pengunjung juga gak beler-beler amat jawabnya. Nah, lo harus tau kalo orang yang ngasih pelatihan itu ternyata orang Serbia, namanya Nebojsa Djordjevic. Usut punya usut, dia S2 di UNS ngambil sejarah Indonesia dan tesisnya tentang karya mengenai Diponegoro dalam sudut pandang post-kolonialisme. Ngeri-ngeri sedap ye. Mas Nebo ini baru 3 tahun di Indonesia tapi Bahasa Indonesia-nya lancar jaya cuy.



(Derina dan Nebo yang sepertinya....ah sudahlah hehe)


(Tanda Pengenal)


Lalu tiba saatnya saat yang ditunggu-tunggu. Tanggal 5 Februari 2015, pameran ini resmi dibuka oleh siapa lagi kalau bukan si bapak mantan rektor dan mantan calon presiden yang gagal dari partai tertentu (hehehe fakta loh, ojo nesu) yang kini menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Bapak Anies Baswedan, Ph.D. 

Oke lah jadi pameran udah resmi dibuka, tapi karena suatu hal, para relawan pameran dipecah menjadi dua shift. Nah kebetulan gue dapet shift ke-2, yakni 15 hari terakhir untuk membantu kawan-kawan yang kesulitan. Jadi, tidak banyak yang bisa gue ceritain di 15 hari pertama karena gue cuma dateng 2 kali karena kalau akhir pekan, pengunjung bakal membludak dan dibutuhkan relawan tambahan. Sip.



(Relawan 15 hari pertama)

Eh perhatikan 2 orang di tengah belakang tuh. Yang bule, dia itu pak Peter Carey dan di sebelahnya yang mukanya kaya Rane *wkwkwk* namanya mas Subiyanto. Pak Peter adalah salah satu kurator di pameran ini. Dia melakukan penelitian lebih dari 30 tahun tentang Diponegoro dan sekarang menjadi salah satu dosen di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia. Sudah banyak buku yang beliau tulis, salah satunya adalah Kuasa Ramalan, Babad Dipanagara dan Takdir. Semuanya tentang Pangeran Diponegoro. Kalau mas Subi, dia asisten kurator. Hayo, malu gak kalo orang bule lebih tau tentang sejarah Indonesia dibanding warga negara Indonesia sendiri? hehehe....

Oke kita lanjut ke pengalaman gue sebagai relawan 15 hari terakhir. Jeng jeng jeng. Jadi, secara hirarki, relawan punya dua koordinator, Gilang dan Derina. Komposisi relawan 15 hari terakhir adalah: Thesa, Nana, Diffa, Salam, Nesa, Bulan, Arum, Biru, dan saya sendiri. Kalo kata Derina, "sekali-kali gue jadi bos lu supaya lu bisa gue marah-marahin." Aku mah apa atuh cuma kacung :(

Jadi relawan pameran tuh susah-susah gampang. Kadang suka kesel sendiri sama tamu-tamu yang datang ke pameran. Kan kita dibagi jadi tiga jobdesc yaitu penjaga toko souvenir (artshop), penjaga registrasi dan penitipan barang, dan penjaga dalam ruang pameran. Kalo artshop okelah gak gitu ribet, paling nyari kembalian aja yang rempong. Di registrasi lumayan hancur pak kalo akhir pekan. Banyak bener tas yang dititipin. Emang sih ke dalam ruang pameran tuh gak boleh bawa tas. Ini nih yang biasa gue kasih tau ke pengunjung:

"Silahkan registrasi terlebih dahulu. Di dalam. gak boleh bawa makanan atau minuman. Gak boleh bawa tas dan tongsis dan tripod. Boleh foto tapi gak boleh pakai flash atau blitz. Dilarang menyentuh seluruh karya, sengaja atau gak sengaja. Di dalam ada patung, tolong jangan dipegang apalagi dipeluk. Ada 4 lukisan yang gak boleh difoto, tolong perhatikan tandanya. Ada beberapa karya yang dikasih batas di lantai, tolong jangan dilewatin batasnya. Di dalam ada ruang pusaka, tolong alas kakinya dilepas."

Ya kira-kira gitu lah kerjaan di registrasi. Capek di mulut hahaha. Capek nyari tas orang. Capek ngeladenin orang nyinyir soal tas mahalnya yang gak mau dititip. Capek hati ini bang. LELAH

Oke skip. Di dalem, capeknya tentatif lah. Palingan pegel berdiri aja dan harus waspada terhadap setiap pergerakan aneh para pengunjung yang mungkin sewaktu-waktu bisa megang karya-karya keren di dalem ruang pameran. Tapi itu kalo lagi sepi. Kalo lagi rame, ya capeknya bisa 2 sampai 3 kali dari hari biasa. HANCUR. Teror yang mengerikan *lebay jrit*. Terkadang saya sedih bila berpikir kenapa mayoritas yang dateng justru gak menikmati seni fenomenal ini. Ya gausah paham banget, tapi paling enggak baca lah penjelasan mengenai karya-karya yang ada. Banyak bener yang dateng cuma foto-foto doang. Mending gayanya normal. Ada yang duduk, ada yang buat buku tahunan, ada yang buat pre-wedding. Pinter amat nyari gratisan wkwkwk. Intinya, capek buat bilang "mas/mbak, tolong majuan dikit ya itu deket banget sama karyanya". HANCUR

Nah, begitulah gambaran singkat mengenai apa yang gue kerjakan sebagai relawan hehehe busudh ini panjang juga gue ngetik. Berikutnya, gue akan coba berbagi ilmu mengenai beberapa karya yang dipamerkan di pameran ini. Kalau ada kesalahan, ya maklumin aja namanya juga bukan anak seni yang cuma dapet ilmu begitu acara berlangsung hehehe.

Jujur, gue banyak lupa judul karya-karya yang dipamerkan, begitu pula dengan nama senimannya. Jadi, ya maap maap aja ya bang. Yuk, kita mulai tour guide gratis pasca pameran dari saya, seorang tour guide dadakan yang ilmunya gak seberapa.


(Raden Saleh dan Pangeran Diponegoro)

Yang ini judulnya "Raden Saleh dan Pangeran Diponegoro" karya dari Srihadi Soedarsono. Jadi, lukisan ini menggambarkan bagaimana pak Srihadi melihat Raden Saleh dan Pangeran Diponegoro sebagai pahlawan kemerdekaan bangsa dari kolonial Belanda. Srihadi yang pernah menjadi tentara ketika Agresi Militer Belanda (1945-1949) memasukkan unsur perang gerilya pada medali Raden Saleh dan tentara pelajar di sabuknya. Diponegoro sendiri memakai sabuk Garuda Pancasila sebagai tanda beliau juga berjasa atas kemerdekaan Indonesia. Oiya, lukisan ini katanya udah ada yang mau beli seharga 2 Miliar Rupiah. Sadis

(I Gusti Alit Reta)

Kalau ini karya Manguputra yang berjudul "Eksekusi I Gusti Alit Reta oleh Tentara KNIL." Kalau dilihat ya ini lukisan mana ada hubungannya sama Diponegoro atau Perang Jawa hehehe. Jadi, lukisan ini terinspirasi oleh lukisan karya Francisco Goya, "El Tres de Mayo de 1808 en Madrid." Dikisahkan dalam lukisan tersebut orang Spanyol yang tidak takut untuk dieksekusi oleh tentara Napoleon. I Gusti Alit Reta, seorang tentara Indonesia yang juga paman dari Manguputra, dianggap memiliki semangat yang sama. Di sisi lain, semangat tersebut ternyata juga ditunjukkan oleh Diponegoro ketika beliau tanpa rasa takut melawan tentara kolonial Belanda.


(Diponegoro Memimpin Pertempuran)

Nah kalo ini salah satu karya fenomenal dari Basuki Abdullah. Judulnya adalah "Pangeran Diponegoro Memimpin Pertempuran." Sama kaya lukisan Manguputra, Basuki Abdullah terinspirasi dari lukisan "Napoleon Crossing the Alps" karya Jacques-Louis David. Diceritakan bahwa Diponegoro sebagai seorang pemimpin dalam pertempuran dan lukisan ini mempertegas bahwa anak buah yang membantunya tidaklah penting karena figur pemimpin lah yang paling penting. Perlu diperhatikan bahwa lukisan ini selesai pada April 1950 tapi pada lukisan sengaja ditulis 27 Desember 1949, hari ketika Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia secara de jure. Sepertinya Basuki Abdullah ingin menunjukkan rasa nasionalisme-nya. Oiya, ini lukisan yang gak boleh difoto karena koleksi Istana Negara, tapi saya badung hehehe lagian minggu pertama pameran dibuka, lukisan ini masih boleh difoto kok. Saya gak pake flash fotonya, suwer. Demi edukasi lah istilahnya heuheu.

Ada hal menarik mengenai lukisan ini. Jadi ceritanya, gue sempet dikerjain sama bapak-bapak yang sepik nanya "mas, Diponegoro aslinya orang mana?". Ya gue jawab dari Yogya lah ye. Kata dia "kok kalo beliau orang Yogya, tapi itu keris yang dia bawa keris Solo sih?" EAAAAAA. Mana gue tau pak :( tapi ya intinya kenapa begitu? Kenapa Diponegoro bawa keris Solo? Mungkin bisa cari tau sendiri ya jawabannya. Saya gak tau hehehe


(Diponegoro dalam Perang Jawa)

Nah ini lukisan mahal nih. Kalau tadi lukisan Srihadi harganya 2 Miliar, yang ini sekitar 70 Miliar broh. Langsung gue lamar dah si doi kalo punya duit segitu wkwkwk doi doi aje lu. Awak lupa judulnya, yang jelas berkaitan sama salah satu perang yang terjadi ketika Perang Jawa berlangsung. Pelukisnya bernama Sudjojono. Emang fenomenal sih beliau. Gak heran ini lukisan mahal banget. Jadi, Sudjojono ini menolak untuk melukiskan seorang pahlawan nasional yang sedang kalah. Makanya beliau melukiskan tentang Diponegoro ketika beliau menang perang. Tuh buktinya. Perhatikan ekspresi Diponegoro yang sangat tenang sedangkan para Belanda kelihatan terjepit. Ya begitu deeeeh.


(Diponegoro & Raden Ontowiryo)

Yang ini juga gak boleh difoto sebenernya hehehe tapi begitu menggoda untuk difoto. Lukisan yang kiri adalah karya Sudjono Abdullah *kakaknya Basuki Abdullah* dan yang kanan adalah karya Harijadi Sumodidjojo. Khusus yang kanan, itu Diponegoro muda waktu namanya masih Raden Ontowiryo. Perlu diketahui bahwa nama lahir Diponegoro adalah Raden Mas Mustahar. Kalo diliat gayanya, dia gak keliatan kaya keturunan kerajaan. Gayanya kurang borjuis lah. Mungkin maksudnya dia down to earth. Gak peduli sama gayanya. Intinya, gue gak bisa jelasin banyak soal dua lukisan ini hahaha.


(Penangkapan Pangeran Diponegoro)

Selamat datang di pertujukan utama pameran ini. Lukisan "Penangkapan Pangeran Diponegoro" karya Raden Saleh tahun 1857. Lukisan ini selesai dua tahun setelah Diponegoro wafat tahun 1855. Raden Saleh bisa dibilang sebagai orang yang lahir di tanah Indonesia pertama yang membuat lukisan mengenai pahlawan nasional. Lukisan ini merupakan kritik terhadap lukisan serupa mengenai peristiwa penangkapan Diponegoro oleh Jendral De Kock. Lukisan tersebut dibuat oleh orang Belanda bernama Nicolaas Pieneman yang berjudul "Penyerahan Diri Diponegoro" yang secara historis dan detail sangat sangat sangat jauh berbeda dengan apa yang terjadi. Menurut sejarah, Diponegoro tidak menyerahkan diri melainkan ditangkap karena dijebak dan dikhianati oleh Belanda yang katanya mau negosiasi. LICIK COY, LICIK.


(Ini nih lukisan yang detailnya salah dan terlalu "Belanda")

Dalam lukisannya, Raden Saleh melukiskan dirinya sendiri menjadi tiga orang dengan tiga ekspresi yang berbeda dengan mengenakan pakaian gaya Eropa namun dibalut kain batik yang khas dengan Indonesia. Raden Saleh sendiri sebenarnya lebih banyak menghabiskan waktunya di Eropa dibanding di Indonesia. Diponegoro digambarkan sedang melakukan perlawanan meskipun akan ditangkap. Berbeda dengan yang di lukisan Pieneman dimana Diponegoro kayanya doi pasrah amat. Detail lain yang aneh adalah muka para pribumi yang terlalu "Arab" karena si Pieneman ini emang gak pernah ke Tanah Jawa sebelumnya jadi dia ngira-ngira aja muka pribumi kaya gimana. Mentang-mentang banyak Muslim, mukanya jadi Arab.


Lukisan Pieneman juga terlalu meninggikan Belanda. De Kock berdiri lebih tinggi dari Diponegoro dengan muka unyu-unyu ngusir seorang pahlawan. Kalau di lukisan Raden Saleh, mereka berdua berdiri sejajar. Tidak ada yang lebih tinggi derajatnya, bahkan ketika Diponegoro ditangkap. Selain itu, banyak atribut Belanda di lukisan Pieneman, mulai dari bendera hingga ukiran Kerajaan Belanda. Detail gunungnya juga salah. Di Magelang, tempat peristiwa ini terjadi, gak ada tuh gunung yang datar. Semua gunungnya vulkanik, seperti yang digambarkan dalam lukisan Raden Saleh.


Di lukisan Raden Saleh, Diponegoro berada di sebelah kanan De Kock. Orang Jawa percaya bahwa sisi kanan adalah sisi yang benar, sedangkan sisi kiri adalah sisi yang salah. Nah perhatikan juga postur badan orang Belanda. Kepalanya tuh gede jadinya mereka keliatan cebol. Itu juga simbol Belanda adalah monster yang berkepala besar dan orang sombong.


Intinya, lukisan Raden Saleh merupakan penggambaran paling mendekati kenyataan dibandingkan dengan lukisan Pieneman. Jadi, hidup Raden Saleh *apaan tau wkwk*



Capek....Lanjut lagi dah tapinyah....



(Cleerens lah sang pengkhianat sesungguhnya)

Yang ini kayanya karya Guntur Triyadi deh hehe lupa lupa inget. Mirip ya sama lukisan Raden Saleh. Emang sengaja dibuat mirip tapi ada sedikit perbedaan. Sang pelukis ingin mempertegas kritik yang ditunjukkan oleh Raden Saleh dalam lukisannya. Jadi gini, orang yang boong ke Diponegoro tuh bukan cuma De Kock. Aktor yang bener-bener ngibulin beliau tuh namanya Kolonel Cleerens. Si Cleerens ini yang bilang ke Diponegoro kalau Belanda mau negosiasi makanya dateng yuk ke markas kami. Eh tapi pas hari H, si Cleerens malah gak dateng. Asem ye. Di lukisan ini, muka Cleerens diperjelas. Posisinya tepat di belakang Diponegoro. Kalau di lukisan Raden Saleh, Cleerens ini mukanya disamarkan, mungkin takut ketauan istrinya :( .  Cleerens merupakan simbol pengkhianat karena "menusuk dari belakang" *no ambigu ya hehehe*


(Salah Tangkap Diponegoro)

Masih seputar lukisan Raden Saleh yang digambar ulang dalam format yang berbeda-beda hehehe. Kali ini judulnya adalah "Salah Tangkap Pangeran Diponegoro" karya Heri Dono tahun 2007. Coba di zoom, semua tokoh dalam lukisan ini mungkin gak asing lagi. Lukisan ini merupakan kritik pedas terhadap pemerintahan SBY pada saat itu dimana dia gagal untuk menangkap Soeharto meskipun desakan dari publik begitu kencang. Bisa diliat ekspresi Soeharto dalam lukisan ini, beliau ditangkap oleh SBY tetapi masih bisa tertawa sampai lidahnya melet melet gitu wkwk. Di lukisan ini juga terdapat beberapa tokoh penting lainnya seperti Habibie, Amien Rais, Gus Dur, dan Megawati. Ada juga politikus-politikus Golkar seperti Aburizal Bakrie dan Akbar Tandjung (kalau gak salah liat). Ada juga Semar dari tokoh perwayangan yang mewakili peristiwa Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret) sebagai awal Soeharto menjadi presiden menggantikan Soekarno. Politis sekali ya hehehe. Oiya Diponegoro cuma ada di atas genteng sambil ngacungin jari tengah huhuhu....

Sebenernya masih banyak karya-karya yang berhubungan tentang Diponegoro dalam pameran ini tetapi gak semuanya akan gue jelasin secara detail. Capek hehehe. Ini gue kasih foto-fotonya aja ya. Penjelasannya dikit aja kalau ada.



Mosaik "Penangkapan Pangeran Diponegoro" dari 9000 foto yang berhubungan dengan nama Diponegoro di Indonesia baik itu nama jalan, nama toko, nama sekolah, dan lain lain.


Karya Nasirun yang ingin menujukkan bahwa Raden Saleh (kiri) berhasil menyatukan imaji Diponegoro (tengah) dan De Kock (kanan) dalam satu frame dimana mereka tidak saling bermusuhan, berbeda dengan realita yang ada. Banyak unsur mitologi Jawa digunakan di lukisan ini.


Karya Pupuk Daru Purnama yang merupakan ringkasan singkat buku Takdir karya Peter Carey. Patung perempuan di depannya menunjukkan bahwa ada wanita super yang selalu mendorong Diponegoro dalam berjuang baik itu ibunya maupun istri-istrinya.


Karya Entang Wiharso. Jujur, gatau mau jelasin apa soal karya ini wkwkwk maaf ya pak. Setau gue sih tentang bagaimana seseorang punya dua kepribadian yang salah satunya bisa memiliki kepribadian seperti Diponegoro.


Kalau ini karya Sri Astari. Beliau juga yang ada di tiga foto itu. Ternyata perempuan juga bisa menjadi seorang Diponegoro dalam hidupnya. Takut Maaaaaak....


Tentara KNIL. Tentara bayaran Belanda yang justru dibayar untuk membunuh tentara pejuang kemerdekaan Indonesia. Ironis.


Karya Indyra. Menunjukkan sifat religius seorang Diponegoro dalam hidupnya, baik ketika berperang maupun dalam pengasingan. FYI, Diponegoro emang religius tetapi juga masih memegang teguh budaya Jawa Kuno.


Konsep street art di jalanan di Bandung. Gak cuma pelukis terkenal yang berjasa mengangkat nama para pahlawan nasional, para pelukis jalanan pun bisa berkontribusi.



Karya Chusin Setyadikara. Keren nih karena terinspirasi dari dua lukisan serupa, Rakit Medusa karya Theodore Gericault dan Banjir di Jawa karya Raden Saleh.



Diponegoro dan pasukannya di Bukit Menoreh melihat benteng Belanda dari kejauhan. Sistem Benteng Stelsel emang ngerepotin Diponegoro dan kawan-kawan ya. Damn....



Yang ini judulnya "Tertangkapnya Raden Saleh" karena karya Raden Saleh sangat mendekati kenyataan dibanding karya Pieneman makanya Raden Saleh ditangkap Belanda huhuhu, Aslinya mah engga ditangkep kok.



Wayang klithik dan wayang kulit sebagai simbol Diponegoro dan pasukannya adalah yang benar dan Belanda adalah yang salah, serta menyeremkan seperti monster.



 Batik Belanda dengan motif pasukan gerak cepat Belanda. Udah berumur lebih dari 100 tahun nih. Tuaaaaa



Ini dia versi lain dari peristiwa tertangkapnya Diponegoro. Indieguerillas memilih tema Tin-Tin, tokoh kartun dari Eropa. Ini juga kritik bahwa generasi Indonesia saat ini lebih memilih seni yang seperti ini. Ironisnya lagi, lukisan Raden Saleh justru lebih diminati oleh rakyat Eropa.



Hal-hal yang berhubungan dengan Diponegoro di Makassar, kota pengasingan terakhirnya dan juga tempat beliau dikubur.



Sebelum diasingkan ke Makassar, Diponegoro diasingkan terlebih dahulu ke daerah Tondano, Sulawesi Utara. Kepergiannya disusul oleh Kiai Modjo, guru spiritualnya. Di sini mereka mendirikan Kampung Jawa, sebuah kampung kecil yang saat ini mayoritas adalah Muslim karena sudah berasimilasi dengan warga sekitar. Hari ini, Kampung Jawa sudah memasuki generasi ke-4 dan biasanya nama keluarga di kampung ini merupakan nama keluarga keturunan pengikut Kiai Modjo.


HUFT PANJANG AMAT LANG LO BIKIN ENTRY KALI INI....
Oke oke. Bentar lagi kelar kok hehehe. Di pameran ini gak cuma lukisan doang loh yang dipamerkan *btw, sebenarnya gak semua karya gue tampilin*. Ternyata ada juga benda keramat Diponegoro loh. Pecah gak tuh hahahay.

(Tombak)


(Pelana Kuda)


(Tongkat Keramat)

JRENG JRENG JRENG !!!!
Ketiga benda pusaka ini yang sebenernya membuat gue kagum. Udah tua tapi kondisinya masih bagus sodara-sodara. Ketiga benda pusaka ini asli milik Pangeran Diponegoro. Jadi ceritanya waktu itu Diponegoro disergap di tengah jalan oleh pasukan gerak cepat Belanda dan terpaksa meninggalkan seluruh benda ajaibnya :( . Usut punya usut sih katanya ada yang mengkhianatinya, tapi gatau deh.

Nah ketiga benda ini dirampas oleh Belanda. Tombak dan pelana kuda dikasih ke Raja Willem di Belanda sampai tahun 1978 baru dikembaliin ke Indonesia melalui kerjasama kebudayaan pada saat itu. GOOD JOB lah. Untuk tongkatnya, yang biasa dipakai Diponegoro ketika berziarah dan katanya udah ada dari abad ke-16, kalau gak salah sih dipegang oleh keluarga J.C. Baud sebagai "sogokan" lah istilahnya pada saat itu oleh Pangeran Adipati Notoprodjo. Alay sekali doi. Kalau kata Diponegoro, pribumi seperti itu disebut "kapir murtad" eh apa "murtad kapir" ya. Lupa. Intinya, tongkat tersebut akhirnya dikembalikan oleh keturunan Baud ketika pembukaan pameran tanggal 5 Februari 2015 lalu sebagai hadiah kejutan untuk pemerintah Indonesia. Asik sekali sodara-sodara.



Dan selesai lah tur singkat dari saya, sang relawan pameran dengan pengetahuan standar hehehe. Sungguh pengalaman yang sangat berharga. Seakan-akan gue jadi ahli banget di bidang ini wkwkwk alay. Semoga ke depannya makin banyak warga Indonesia yang peduli akan sejarah tentang Indonesia. Kalau bukan kita, siapa lagi. Malu sama bule-bule yang gue rasa semakin gencar melakukan penjajahan melalui kebudayaan hehehe.

Sedikit foto-foto aneh dari gue ketika menjadi relawan hehehe....


(Dapet kunjungan dari kak Indy dan Chika. Itu Nana Alim udah siap-siap buat penutupan)


(Bareng Guruh Soekarnoputra)


(Sudah bosan di registrasi)


(Sudah capek jaga ya)


(Bareng Nebo dan Derina. Ini lagi gabut parah)

(Rejeki anak sholeh ketemu Dubes Jerman, Dr. Georg Witschel)


(Aku nge-rock seperti Prince Diponego-Rock)


(I Gusti Alit Reta wannabee)


(Clara Basreng)


(Nana photobomb)


(Diffa dan Kiki. Lupakan saja lah kelakuan mereka berdua)


(Diffa, Bos Anty, Nana, Biru, Kiki. Secantik-cantiknya mereka berlima, tetap gue yang paling ganteng heuheu)



Itu aja ya guys. Semoga ke depannya gue makin rajin ngetik di blog lagi ya sebagai pelarian kalo capek ngerjain skripsi. Atas perhatiannya, sekian dan terima kasih.

(Buku "Takdir: Riwayat Pangeran Diponegoro 1785-1855" karya Peter Carey)




"Setidaknya masih ada cerita heroik yang bisa kuceritakan untuk anak cucuku nanti"
- Pangeran Diponegoro




Salam hangat untukmu,



GN
(100315)
















No comments:

Post a Comment